Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional Ke-2 Tingkat Kabupaten Majalengka Tahun 2016, segenap santri yang berada di Kabupaten Majalengka bersama-sama melaksanakan upacara peringatan Hari Santri Nasional bertempat di Alun-alun Kabupaten Majalengka, Sabtu (22/10).
Selain dihadiri para santri dari pondok pesantren yang berada di Kabupaten Majalengka, upacara peringatan Hari Santri Nasional juga dihadiri Wakil Bupati Majalengka, Ketua/Wakil Ketua dan Anggota DPRD, para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Majalengka, Ketua MUI, para kyai/ulama pengasuh pondok pesantren, dan undangan lainnya.
Tidak seperti pada upacara peringatan Hari Nasional lainnya yang diselenggarakan di Alun-alun Kabupaten Majalengka, pada upacara Hari Santri Nasional hampir seluruh peserta dan para pejabat pemerintahan yang hadir menggunakan pakaian ala santri, yakni menggunakan sarung, baju muslim dan kopiah untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan menggunakan busana muslimah/santriwati.
Dalam sambutannya Bupati Majalengka H. Sutrisno, SE., M.Si., yang dibacakan Wakil Bupati Majalengka Dr. H.Karna Sobahi, M.M.Pd., mengatakan bahwa peringatan Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober mulai dilaksanakan sejak ditetapkan Bapak Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2015. Pemilihan tanggal 22 Oktober didasarkan pada fakta sejarah bahwa pada tanggal tersebut terjadi peristiwa bersejarah yakni penandatanganan Resolusi Jihad para santri untuk melawan penjajah yang digagas oleh K.H. Hasyim Asy’ari.
Menurut Wakil Bupati, Resolusi Jihad tersebut merupakan ikrar sekaligus wujud dukungan ulama dan para santri terhadap kemerdekaan Republik Indonesia, yang pada waktu itu dirongrong oleh kedatangan tentara NICA (tentara Belanda yang menumpang pada tentara Sekutu) yang bermaksud merebut kembali Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pada tanggal 27 – 29 Oktober 1945 terjadilah pertempuran para santri dibantu arek-arek Suroboyo dengan semangat jihadnya. Pertempuran akhirnya dimenangkan para santri, pasukan Nica Brigade 49 Mahratta yang dipimpin Brigjen A.W. S. Malaby dan 2.000 orang tentaranya tewas.
Wakil Bupati menambahkan, bahwa sejak tewasnya Bridjen A. W. S. Malaby dan pasukannya, memicu kemarahan Inggris yang berakibat meletusnya pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah revolusi bangsa Indonesia. Pertempuran Surabaya 10 Nopember 1945 selanjutnya diperingati sebagai Hari Pahlawan. “Dari sinilah hari santri nasional ini penting kita peringati untuk dijadikan inspirasi dan pijakan moral perjuangan dalam mengaktualisasikan keikhlasan berkorban demi utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tutur Wakil Bupati.
Sebelum mengakhiri sambutannya, Wakil Bupati mengharapkan agar peringatan hari santri nasional menjadi moment penting untuk mengokohkan persatuan serta memperkuat diri dari pengaruh ekstrimisme dan radikalisme serta meningkatkan nilai-nilai kesantrian yang penuh dengan keimanan, ketaqwaan, dan keshalehan yang dihiasi alhlaqul karimah.